Peristiwa Bandung Lautan Api
ndung membakar rumah mereka, meninggalkan
kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk
dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang
Pasukan Inggris bagian
dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula
hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua
senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi,
diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp
tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan.
Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari.
Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan
perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian
utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel
Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari
kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar
Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI,
sebutan bagi TNI pada
saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi
"bumihangus". Para
pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota
Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis
Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2].
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku
Komandan Divisi III TRI mengumumkan
hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[rujukan?] Hari
itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota
Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat
dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis
militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua
listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit
terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di DesaDayeuhkolot, sebelah
selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar
milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua
anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk
menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang
tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua
milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan
tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul
21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat
itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan
TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi
lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan
strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena
kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan
NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi
rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini
mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama
penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo
Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para
pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali
ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar